Watyutink.com – Lonceng PPKM telah dibunyikan oleh Presiden Joko Widodo pekan lalu demi memutus penyebaran Covid-19 yang makin mengganas dengan lahirnya varian-varia baru yang lebih menakutkan, diukur dari kecepatan penularan dan kemampuannya berkamuflase sehingga tidak terdeteksi oleh tubuh dari orang yang telah menerima vaksin sekalipun.
Pil pahit Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terpaksa ditelan dengan segala konsekuensinya. Jika tidak, maka dampaknya diperkirakan akan lebih buruk yang berujung pada tragedi kemanusiaan. Kematian meningkat secara eksponensional dan ekonomi bangkrut.
PPKM dengan cepat membatasi mobilitas masyarakat begitu diberlakukan per 3 Juli 2021. Mal, perkantoran terpaksa tutup. Kecuali sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan dengan lebih ketat.
PPKM menimbulkan dampak kontraksi ekonomi. Yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat kelas menengah bawah, terutama yang bekerja di sektor informal. Mereka berpotensi kehilangan pekerjaan sekaligus pendapatan.
Secara umum Indonesia akan mengalami kontraksi ekonomi dengan diberlakukannya PPKM, sekalipun tidak pada kuartal II karena kemungkinan ekonomi masih berada di zona hijau, lantaran pergerakan konsumsi yang sudah meningkat sejak awal tahun.
Dampak PPKM akan dirasakan pada kuartal III, tepatnya pada Juli-September yang sangat mungkin pertumbuhannya akan kembali berada di zona merah.
Dunia usaha juga merasakan tsunami PPKM. Saat dunia usaha baru saja bangkit, tiba-tiba pandemi Covid-19 kembali melonjak, menciptakan tantangan tersendiri bagi dunia usaha agar bisa bertahan dan kembali bangkit.
Secara psikis pengusaha merasa resah dan khawatir dengan kebijakan PPKM yang lebih ketat dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi ruang gerak manusia melalui penutupan tempat keramaian dan tempat berkumpul seperti pusat berbelanjaan dan kantor sehingga berpotensi menimbulkan gelombang baru pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dengan begitu PPKM akan menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga. Padahal sektor ini memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan begitu, PPKM akan membuat Indonesia kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2021. Hal ini berbahaya dilihat dari sisi stabilitas pertumbuhan ekonomi.