Watyutink.com – Anda yang mendapatkan Tunjangan Hari Raya tahun ini siap-siap tidak banyak menikmati gaji ke-13 yang berkaitan dengan perayaan Idulfitri tersebut karena kenaikan harga barang dan jasa belakangan ini mendorong inflasi relatif lebih tinggi dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.
Bak spon kering, kenaikan harga barang dan jasa selama puasa dan menjelang Idulftri akan menyerap likuiditas di mana saja yang terlihat melimpah. Begitu pemerintah mengumumkan pemberian gaji ke-13 sebagai sinyal akan banyak uang beredar, seperti dikomando harga bergerak naik berjamaah.
Harapan untuk bisa menikmati bonus pendapatan secara utuh harus dikubur dalam-dalam karena semakin sedikit yang bisa dibeli di tengah kenaikan harga yang terus terjadi. Inflasi memangkas kemampuan daya beli.
Sinyak kenaikan inflasi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik baru-baru ini. Penyebabnya adalah gejolak harga di tingkat global serta meningkatnya permintaan selama bulan puasa dan menjelang Idulfitri.
Kondisi global saat ini kurang menguntungkan. Perang Rusia vs Ukraina telah memperburuk kelangkaan pangan dan energi di tengah pandemi Covid-19. Keadaan ini menimbulkan kenaikan harga energi di tingkat global. Harga minyak mentah dan gas alam melejit naik, menyusul komoditas pangan, seperti gandum, kedelai, dan daging sapi.
Pergerakan harga produsen di luar negeri tersebut bisa merambat ke Indonesia melalui berbagai transmisi antara lain lewat perdagangan internasional. Kenaikan harga energi dan pangan ini sudah meningkatkan inflasi di banyak negara dan kondisinya cukup mengkhawatirkan, termasuk di negara mitra dagang utama Indonesia.
Beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti China, inflasinya sudah mencapai 0,9 persen pada Maret 2022. Mitra lain seperti Jepang juga mencatatkan inflasi 0,9 persen, Amerika Serikat 7,9 persen, Uni Eropa 7,5 persen, Singapura 4,3 persen, dan Thailand 5,7 persen.
Inflasi di mitra dagang tersebut akan merambat ke Indonesia. Jika harga produsen mitra dagang Indonesia terjadi kenaikan harga, bisa dipastikan akan berdampak ke sektor riil yang ada di Tanah Air karena kebutuhan bahan baku diimpor dari negara mitra dagang.
Tekanan inflasi global, ditambah perkiraan naiknya permintaan selama Ramadan dan menjelang Idulfitri akan mempengaruhi inflasi pada beberapa bulan ke depan. Semua tergantung bagaimana pemerintah merespon pergerakan harga saat ini serta yang terjadi akibat geopolitik yang sedang bergejolak.
Rasa skeptis memenuhi dada bahwa pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga barang. Berkaca pada drama minyak goreng. Satu komoditas ini saja pemerintah tidak bisa mengendalikan harganya, padahal punya semua instrumen yang dibutuhkan untuk mengaturnya.
Dengan mengefektifkan instrumen kebijakan yang ada, tidak perlu ada drama minyak goreng hilang di pasaran yang membuat rakyat harus mengantri dalam letih, lelah, dan berdesak-desakan.
Drama minyak goreng bak orang di atas sungai yang tidak bisa mandi. Di bawahnya mengalir air tetapi dia kesulitan untuk memanfaatkannya. Dari perut bumi Ibu Pertiwi minyak goreng dihasilkan, tetapi rakyat tidak menikmatinya.
Pemerintah mencoba mengotak-atik kebijakan, minyak goreng tetap saja langka. Takluk pada kekuatan oligarki, harga minyak goreng akhirnya dilepas ke pasar. Pemerintah memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng. Lagi-lagi pemerintah harus mengeluarkan kocek lebih dalam.
Padahal kalau pemerintah efektif dan tegas dalam menjalankan kebijakan akan menghemat banyak anggaran. Tidak perlu mengeluarkan dana untuk BLT minyak goreng. Apalagi di tengah cekaknya keuangan negara. Pemerintah tidak bisa terus-menerus mencitrakan dirinya punya uang dengan memberikan bantuan tunai seperti ini, karena ujung-ujungnya bisa berutang, menambah beban keuangan negara.