Dalih itulah yang dilakukan Somad dengan berbagai kecamannya pada Singapura, setelah ia gagal berwisata. Somad, sebagaimana rubah penyuka anggur, perlu menjustifikasi kegagalannya dengan membuat rasionalisasi. Upaya untuk mengurangi “kegalauan dan kekecewaan psikologisnya” pada hasrat yang tidak bisa ia wujudkan, menikmati kenyamanan dan keindahan Singapura.
Somad mengalami disonansi kognisi, gagal menyelaraskan sikap keyakinan dengan tindakannya. Terbelenggu dalam buaian keyakinan fanatisme agama yang ia khotbahkan, dan gagal memahami realitas hidup, juga ambivalensi moral, secara nalar. Ia nyaman dalam ketidakselarasan, ketidakkonsistenan antara ucapan dan perbuatan.
Dan yang dialami Somad adalah gejala umum yang diderita banyak pengkhotbah agama. Mereka yang gemar menyuarakan ajaran kedamaian dengan teriakan verbal bernuansa kekerasan.