Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Watyutink.com - Kinerja GoTo masih jeblok, fundamental bisnis “bakar uang” rapuh. Rugi Q2/2022 tercatat Rp7,56 triliun, lebih besar dari rugi Q1/2022 sebesar Rp6,57 triliun. Akumulasi rugi per Juni 2022 juga meningkat menjadi Rp92,8 triliun, mungkin akan mencapai Rp100 triliun per September 2022 ini.
Maka itu, GoTo perlu suntikan likuiditas, untuk menghindari bangkrut. Targetnya Rp15,5 triliun. Mungkin untuk keperluan pendanaan 2 kuartal.
Tidak heran, harga saham GoTo merosot terus, harga saham per hari ini Rp206 per saham. Not Bad untuk perusahaan yang sedang rugi. Atau tepatnya perusahaan yang tidak pernah mendapat untung sejak didirikan 10-12 tahun yang lalu. Artinya, secara matematis, harga saham GoTo seharusnya anjlok lebih tajam lagi.
Selain itu, GoTo tidak akan mampu bagi dividen, dan tidak boleh bagi dividen, selama masih ada akumulasi rugi, yang kemungkinan besar akan semakin membesar.
Kalau begitu, apa yang diharapkan investor membeli saham GoTo? Apa yang diharapkan Telkomsel, anak perusahaan BUMN Telkom, dengan investasi “spekulatif” Rp6,4 triliun di saham GoTo? Tidak jelas!
Yang jelas, investasi Telkomsel di GoTo sekarang sudah rugi lagi, mendekati Rp1,6 triliun.
Karena tidak ada dividen, maka pengembalian investasi diharapkan dari kenaikan harga saham. Apakah mungkin? Sepertinya hampir mustahil. Bagaimana mungkin harga saham perusahaan yang sedang rugi bisa naik? Kecuali ada yang menaikkan!