Watyutink.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan pengalihan subsidi BBM menjadi bantuan sosial (Bansos), dengan nominal sebesar Rp24,17 triliun. Dengan bantuan ini diharapkan daya beli masyarakat akan meningkat di tengah ketidakpastian dan fluktuasi harga minyak dunia.
"Pemerintah akan mulai memberikan bantuan sosial tambahan sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar Rp24,17 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama Jokowi di Istana Negara, Senin, 29 Agustus 2022.
Bantuan diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. "Terutama karena dalam beberapa waktu terakhir memang tendensi dari kenaikan harga yang berasal dari pengaruh global, memang perlu untuk direspon," kata Sri Mulyani.
Sasaran pertama dari bantuan sosial ini adalah 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat, dengan durasi sebanyak 4 kali dan dengan nominal setiap satu kali penerimaan sebesar Rp150 ribu, sehingga totalnya menjadi Rp600 ribu. Pemberian bansos akan dilakukan melalui kantor pos di seluruh Indonesia.
"Itu akan dibayarkan melalui berbagai saluran kantor Pos di seluruh Indonesia untuk 20,65 juta keluarga penerima dengan anggaran Rp 12,4 triliun," kata dia.
Tidak semua bisa menerima kebijakan ini, dan ada yang beranggapan pemerintah belum mampu menyelesaikan permasalahan subsidi bbm yang tidak diterima orang-orang yang tepat.
Pengalihan Subsidi BBM Seharusnya Dialihkan Ke Sektor Produktif
Pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan menganggap bansos hanya memperbesar kesenjangan sosial, karena tidak melibatkan masyarakat yang tidak mampu agar bisa memperbaiki kualitas hidup mereka.
"Subsidi BBM menjadi mubazir karena tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, subdisi bbm penggunaannya banyak dimanfaatkan masyarakat mampu. Sudah cukup kita membakar dana apbn kita di jalan raya, kita bisa memanfaatkan apbn kita di sektor produktif," ujar Mamit Setiawan, Senin (29/8/2022).
Mamit menambahkan, pemerintah harus mensosialisasikan situasi Indonesia sebagai importir energi atau net energy importer. Pengalihan ke sektor produktif sehingga bisa menekan jumlah kemiskinan, dan mengurangi jumlah penerima bansos.
"Nilai impor kita mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi hanya 600 ribu barel per hari, belum lagi pengaruh nilai tukar rupiah dengan dolar, sehingga nilai rupiah kita bisa terdepresiasi lebih dalam, ini yang harus dipahami masyarakat bahwa kita tidak lagi produsen minyak dunia, produksi minyak kita kurang dari setengah nilai konsumsi bbm kita," jelas Mamit.
Menambah Defisit APBN
Pengamat dari Indonesia Next Policy, Fithra Faisal Hastiadi, menekan dampak pemberian bansos ke neraca keuangan negara jika pemerintah tidak mengoreksi pemberian subsidi BBM ke kalangan yang tepat.
"Sekarang defisit apbn kita dibawah 3%, itu akan terlampaui lagi dan membuat apbn kita tidak sehat dalam jangka menengah panjang, (subsidi BBM) akan menjadi beban yang sangat berat apalagi hanya 2% masyarakat miskin yg menikmati subsidi bbm" terang Fithra.