• Kamis, 28 September 2023

Menentukan Harga BBM Wajib Sesuai Kemampuan Ekonomi Masyarakat

- Sabtu, 10 September 2022 | 16:35 WIB
Anthony Budiawan/ kan_watyutink.com
Anthony Budiawan/ kan_watyutink.com

Oleh Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Watyutink.com - Bahan Bakar Minyak, BBM, merupakan barang kebutuhan (necessity goods) yang menguasai hajat hidup orang banyak. BBM dikonsumsi masyarakat luas, dari kendaraan pribadi hingga transportasi umum dan taksi, dari pertanian hingga nelayan, dan lain-lainnya.

BBM juga merupakan komponen biaya produksi dan distribusi yang cukup signifikan. Kalau harga BBM naik, biaya produksi dan distribusi juga akan naik, menyebabkan inflasi, membuat daya beli masyarakat tergerus. Di negara berkembang seperti Indonesia, kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan tingkat kemiskinan.

Di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah menaikkan harga pertalite dan solar pada 3 September lalu. Sangat tinggi, lebih dari 30 persen. Alasannya, untuk mengurangi subsidi BBM. Kalau tidak, APBN akan jebol, demikian alasan horor yang dikemukakan.

Apa benar APBN akan jebol? Tidak ada yang tahu. Lagi pula, apa artinya ‘jebol’? Pemerintah tidak transparan dalam menghitung neraca keuangan BBM. Berapa pendapatan dan subsidi BBM akibat kenaikan harga minyak mentah? Tidak jelas!

Kenaikan harga BBM ini langsung menuai protes dari masyarakat luas. Tentu saja ada juga yang mendukung.

Protes umumnya berasal dari kelompok bawah. Kenaikan harga BBM akan berakibat buruk bagi mereka. Jumlah kelompok bawah ini sangat besar, merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia.

Kelompok pendukung terkesan sangat liberal, harga BBM harus merujuk harga internasional, untuk mengurangi atau bahkan menghapus subsidi BBM. Selain itu mereka juga beralasan subsidi BBM tidak tepat sasaran, jadi harus dicabut. Tetapi dampaknya terhadap masyarakat miskin sepertinya kurang dipedulikan.

Jadi, berapa harga BBM yang pantas di Indonesia?

Apakah harus mengikuti harga internasional dengan mencabut subsidi, seperti yang dilakukan banyak negara maju antara lain Amerika Serikat, Eropa, Jepang, bahkan Singapore, Hong Kong atau Korea Selatan?

Atau sebaiknya meniru Malaysia, yang memberlakukan harga BBM (tertentu) cukup rendah bagi warganya?

Jawaban untuk itu, harusnya  cukup sederhana. BBM adalah barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Maka itu harga BBM wajib terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Terjangkau, artinya relatif dibandingkan dengan penghasilan masyarakat.

Kalau harga BBM di Indonesia setinggi di Singapore, sekitar Rp30.000 - Rp40.000 per liter, maka sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan BBM-nya untuk aktivitas sehari-hari. Karena penghasilan masyarakat Indonesia jauh lebih rendah dari masyarakat Singapore dan negara maju lainnya. Pendapatan per kapita Indonesia tahun 2021 hanya 4.292 dolar AS, sedangkan Singapore sudah mencapai 72.794 dolar AS, atau 17 kali lipat dari Indonesia.

Selain itu, menurut data Bank Dunia, jumlah rakyat miskin Indonesia mencapai 50,3 persen dari jumlah penduduk pada 2021, setara 138,9 juta orang, dengan pendapatan di bawah Rp1 juta per orang per bulan (atau 5,5 dolar AS, kurs PPP 2011). Sedangkan Singapore dan negara maju lainnya tidak ada penduduk miskin dengan pendapatan sebesar itu.

Halaman:

Editor: Ahmad Kanedi

Tags

Terkini

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan BI7DRR 5,75 Persen

Kamis, 21 September 2023 | 15:34 WIB

OJK Tangkap Pelaku Asuransi Ilegal

Kamis, 21 September 2023 | 13:10 WIB

Sri Mulyani Sebut Pembiayaan Anggaran Turun Sangat Tajam

Kamis, 21 September 2023 | 11:16 WIB

BI: Penyaluran Kredit Baru Bank Meningkat Agustus 2023

Selasa, 19 September 2023 | 14:09 WIB

LINE Bank by Hana Bank Gelar #BestieAndalan Night

Minggu, 17 September 2023 | 21:27 WIB

DPR Terima Pertanggungjawaban APBN 2022

Selasa, 12 September 2023 | 13:41 WIB

LINE Bank by Hana Bank Luncurkan Kartu Debit dengan BT21

Selasa, 5 September 2023 | 19:51 WIB
X