• Kamis, 28 September 2023

Gelembung Utang dan Retorika Mampu Bayar: Menyesatkan?

- Minggu, 29 Januari 2023 | 13:00 WIB
Ilustrasi utang luar negeri Indonesia. ( Dok/Ist)
Ilustrasi utang luar negeri Indonesia. ( Dok/Ist)

 

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studie)

Utang pemerintah Indonesia, di bawah pemerintahan Jokowi, dibantu Menteri Keuangan Sri Mulyani, naik pesat. Naik dua kali lipat dalam delapan tahun, terhitung 2014 hingga 2022.

Utang pemerintah Indonesia pada akhir tahun 2014 hanya Rp2.609 triliun. Tetapi kemudian melonjak menjadi Rp7.734 triliun pada akhir tahun 2022. Atau naik Rp5.125 triliun, selama delapan tahun.

Tetapi, rakyat tidak perlu khawatir. Kita mampu bayar! Begitu kata Menteri Keuangan.

Apa? Kita mampu bayar? Pemerintah mampu bayar utang yang terus menggelembung itu? Apa iya?

Ucapan Menteri Keuangan terdengar meyakinkan, tapi juga seperti dongeng, atau sebatas retorika?

Karena, kalau pemerintah mampu bayar utang, kenapa jumlah utang malah naik terus? Kalau pemerintah mampu bayar utang, kenapa pajak (PPN) dinaikkan? Demikian anomali pernyataan Menteri Keuangan, yang dirasakan oleh rakyat.

Sepertinya, pernyataan “kita mampu bayar utang” mempunyai maksud pembenaran untuk menambah utang?

Karena, menurut APBN 2023, pemerintah akan menambah utang lagi pada tahun ini, jumlahnya cukup fantastis, sekitar Rp700 triliun. Apakah karena itu keluar pernyataan retorika “kita mampu bayar (utang)”?

Karena, faktanya, pemerintah selama ini tidak pernah membayar utang, dari kantong sendiri: dari pendapatan negara atau APBN. Artinya, pemerintah selama ini membayar utang yang jatuh tempo dari utang lagi: utang lama yang jatuh tempo dibayar dengan menarik utang baru.

Bukan itu saja, pemerintahan Jokowi selama berkuasa juga tidak pernah membayar *bunga* utang dari kantong sendiri. Artinya, pemerintahan Jokowi selama ini membayar bunga utang dari menarik utang baru.

Jadi, dari mana datangnya optimisme dan keyakinan Menteri Keuangan, bahwa Indonesia mampu membayar utang?

Karena, faktanya, utang pemerintah dan bunganya tidak pernah dibayar dari pendapatan negara, tetapi dari gali utang baru.

Di lain sisi, faktanya, keuangan negara semakin tertekan. Beban bunga utang pada tahun 2022 sudah mencapai 19 persen dari total penerimaan perpajakan. Rasio ini naik dibandingkan dengan tahun 2019, sebelum pandemi, yang hanya 17,8 persen.

Halaman:

Editor: Ahmad Kanedi

Tags

Terkini

Mengintip Elektabilitas Anies-Cak Imin

Rabu, 27 September 2023 | 16:30 WIB

Prabowo dan Ganjar Mau Berkoalisi?

Jumat, 22 September 2023 | 16:40 WIB

“Blusukan” Ganjar di Jakarta

Selasa, 27 Juni 2023 | 19:00 WIB

Komunikasi Yes, Koalisi No

Selasa, 13 Juni 2023 | 16:30 WIB

Dukung Prabowo, Jokowi Pressure Megawati?

Minggu, 21 Mei 2023 | 13:15 WIB

7 Mei, Lahir Seorang Calon Presiden RI Ke-8

Minggu, 7 Mei 2023 | 19:10 WIB

Presiden Seharusnya Tidak Menjadi King Maker

Sabtu, 6 Mei 2023 | 08:00 WIB

Jokowi Tidak Akan Dukung Prabowo

Senin, 1 Mei 2023 | 13:30 WIB

Puan Makin Terancam?

Minggu, 30 April 2023 | 19:00 WIB

Takbiran

Kamis, 20 April 2023 | 21:15 WIB

Silaturahmi Ketum Partai Bersama Jokowi

Senin, 3 April 2023 | 14:45 WIB

Prabowo, Capres atau King Maker?

Kamis, 9 Maret 2023 | 08:30 WIB

Ekonomi Global Membaik, PERPPU Cipta Kerja Wajib Batal

Selasa, 31 Januari 2023 | 13:30 WIB

Setelah Koalisi Perubahan Terbentuk, What Next?

Selasa, 31 Januari 2023 | 12:30 WIB

Koalisi Perubahan, Koalisi Tak Tergoyahkan

Senin, 30 Januari 2023 | 12:00 WIB

Gelembung Utang dan Retorika Mampu Bayar: Menyesatkan?

Minggu, 29 Januari 2023 | 13:00 WIB

Koalisi Istana Pasti Akan Pecah

Sabtu, 21 Januari 2023 | 16:30 WIB
X