Watyutink.com - Wakil ketua MPR RI Ahmad Basarah tidak sepakat dengan usul penutupan Pondok Pesantren Modern Darusallam Gontor yang dipicu tewasnya santri karena aksi kekerasan.
Kekerasan antar santri tersebut menewaskan seorang santri asal Palembang berinisial AN (17).
Ahmad menilai usul tersebut terlalu terburu-buru, karena kontribusi pesantren untuk mengajarkan perbedaan mazhab dan keterbukaan pemikiran, serta toleransi merupakan khazanah kekayaan intelektual yang tidak bisa diabaikan.
Baca Juga: PDIP Harapkan Kasad Ademkan Situasi Pasca Ucapan 'Gerombolan' Oleh Effendi Simbolon
"Kekerasan pada santri yang berujung pada kematian tentu sangat disayangkan; tapi mengusulkan Gontor sebagai institusi pendidikan Islam berbasis asrama dibubarkan atau izin operasionalnya dicabut, hemat saya itu pikiran terburu-buru," kata Ahmad Basarah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, 14 September 2022.
Ahmad meminta masyarakat untuk tidak melupakan tokoh-tokoh besar yang datang dari institusi pendidikan tersebut seperti Hasyim Muzadi, Nurcholis Madjid, dan sebagainya.
"Saya tidak yakin jika budaya kekerasan dilakukan sistematis oleh pimpinan Gontor akan lahir tokoh-tokoh besar dan moderat seperti mereka," katanya.
Polisi sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus penganiayaan ini, yakni santri berinisial MFA dan IH.
Baca Juga: Ini Tekad Edi Prasetyo Pasca Anies Baswedan Lengser
MFA (18) merupakan santri asal Tanah Datar, Sumatera Barat, sedangkan IH (17) ialah santri asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Kedua tersangka merupakan kakak kelas AM.