BH: Tapi kan jadi masalah, kalau dia tidak terima bagaimana?
EDJ: Lho, tidak perlu menerima, tidak perlu menyatakan apa-apa. Karena dia membiarkan hak orang, Hak konstitusi manapun yang tidak boleh. Orang sudah tahu kok tidak akan direspon
BH: Kalau ada yang bilang sekalian minta diizinkan oleh Ibu Megawati.
EDJ: Ini lho, kalau bicara-bicara Surya Paloh dan partainya memang seperti itu. Kalau mbak Megawati memang biasa membiarkan orang membaca buku sampai halaman terakhir.
BH: Tapi, itu tidak bisa bahaya juga ya?
EDJ: Bisa berbahaya. Sama saja itu pertarungan di detik-detik terakhir.
BH: Misal, Mas Erros jadi penasehatnya Ibu Megawati. Cuma hari ini, karena ke depan atau seminggu ke depan, bisa saja berubah. Menghadapi dilema seolah-olah terjadi polarisasi elite di partai dengan massa pendukungnya sendiri, bagaimana menjembataninya, atau sesuatu yang tadinya bahaya, atau ini kan kombinasi antara bahaya dan peluang. Ancaman bahaya ini malah bisa jadi peluang
EDJ: Kalau gayanya beda, akan saya nasehatin. Tapi kan sekarang polanya sama, jadi diemin saja. Kira-kira tahu kok akhirnya akan seperti apa. Saya sudah menduga akan begitu.
Megawati di akhir masa jabatannya, tanda kutip, tidak mungkin dia meninggalkan legacy kekalahan. Makanya, dia tidak akan, siapa pun, termasuk anaknya, saudarnya pun kalau perlu. Itulah Megawati, sehingga tidak usah terlalu khawatir. Dia pasti memilih yang pasti menang
BH: Kalau menurut saya, Ibu Megawati sudah memberi contoh kepada siapa pun terutama anaknya. Ketika dia memutuskan tidak maju menjadi calon presiden tapi memajukan Jokowi, menurut saya, sesuatu yang menunjukkan kwalitas kepemimpinan yang luar biasa. Dia mengorbankan dirinya. Dia bukan tidak punya ambisi jadi presiden. Tapi, at the end dia memutuskan tidak [jadi calon presiden].
EDJ: Inilah sebenarnya yang digunakan orang-orang yang mendukung Puan. Jangan sampai terjadi seperti jaman Jokowi. Seolah-olah dipaksa oleh keadaan harus memilih Jokowi, karena desakan dari media begitu luar biasa. Itu semua rekayasa, menurut teman-teman dulu. Nah, kali ini tidak mau terjadi seperti itu lagi. Tapi kan sekarang tidak direkayasa pun di mana-mana kalau orang ditanya siapa sih yang paling pas maju mewakili PDIP kan hanya ada satu nama. Dan saya rasa untuk hal itu Ibu Megawati bukan tidak ada pilihan. Pasti dia dengar itu.
BH: Masalahnya seperti ini, kadang-kadang untuk seorang Ibu untuk mengorbankan dirinya, enggak seberat mengorbankan putrinya. Ada kemungkinan seperti itu?
EDJ: Tapi satu hal, bukan mengorbankan sesuatu yang paling fatal. Dia itu kalah, dan partainya juga. Itu kan mengorbankan putrinya.
BH: Iya itu justru lebih berat ya.
EDJ: Iya lebih berat, makanya saya selalu ngomong sama dia. Mbak [Megawati] kalau ada anak nangis minta es di siang hari, kalau ngasih itu seperti welas tanpa asih. Kalau batuk bagaimana. Jadi biarkan Puan marah sebentar tapi dia akan sadar suatu hari. Saya kok meyakini ini.