Watyutink.com - Utang pemerintah saat ini yang menyentuh level Rp4,570,2 triliun pada akhir semester I/2019 memunculkan berbagai analisa menarik akan posisi aman-tidaknya kondisi tersebut dalam postur APBN. Forum diskusi online Indef dengan jurnalis pada (25/8) mengupas masalah tersebut. Dari sisi rasio, kewajiban pemerintah itu memang dapat terbilang aman karena masih berkisar 30,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Perbandingan utang terhadap PDB diatur dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara yang memberi batasan maksimal 60 persen.
Namun, rasio tersebut bukanlah pedoman mutlak untuk mengukur risiko gagal bayar utang sebuah negara. Dalam beberapa kasus negara dengan rasio utang terhadap PDB yang jauh di atas 60 persen seperti Jepang dan Amerika Serikat--dengan latar belakang dan strategi fiskal berbeda--aman-aman saja.
Begitu juga dengan negara yang rasio utang terhadap PDB-nya jauh di bawah 60 persen, toh juga mengalami kebangkrutan seperti yang dialami oleh Spanyol dan Irlandia, masing-masing 39,5 persen dan 42 persen pada 2008, justru masuk dalam program penyelamatan Dana Moneter Internasional (IMF). Sementara Italia dan Belgia yang rasionya di atas 100 persen tidak menjadi pasien IMF.
Masalahnya, kondisi perekonomian Indonesia dengan utang pemerintah, swasta, dan BUMN saat ini apakah masuk dalam kategori aman-aman saja atau justru sebaliknya? Bagaimana dengan defisit APBN dan defisit keseimbangan primer (-1,76 persen)? Masih bisakah negara membiayai operasional pembangunan dan biaya rutin lainnya di tengah risiko keterbatasan fiskal karena harus memenuhi jadwal pembayaran kewajiban-kewajban ?
Jumlah bunga utang yang harus dibayar saat ini telah mencapai Rp275,9 triliun atau telah mencapai 11 persen dari total belanja, dan setara dengan separuh anggaran pendidikan nasional. Masih menjadi pertanyaan, seputar kemampuan negara untuk mendapatkan sumber daya finansial, di tengah kelesuan ekonomi dan ekspor yang menurun. Sementara, beberapa target nasional ke depan untuk meningkatkan kualitas SDM guna mengejar tantangan bonus demografi dan revitalisasi industri nasional harus menjadi prioritas. Juga, program-program infrastruktur yang masih harus dilaksanakan meski dengan beberapa pengurangan di sana sini.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan anggaran Rp4.700 triliun selama 2014-2019 dipernuhi dari APBN sebanyak 41,3 persen atau Rp 1.941 triliun. Kemudian BUMN sebesar 22 persen atau Rp1.034 triliun, dan swasta sebesar 36,7 persen atau senilai Rp1.725 triliun.
Namun kondisi BUMN sendiri sedang dirundung masalah akibat beban kewajiban yang telah menyentuh angka Rp5.271 triliun (09/2018). Dari jumlah tersebut, sebesar Rp3,311 triliun berasal dari BUMN sektor keuangan, dengan komponen terbesarnya berupa dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang mencapai 74 persen dari total utang.
Dengan komposisi seperti itu, menjadi menarik membahas beberapa kondisi yang harus dihadapi terkait langkah pengamanan APBN dan pengelolaan utang negara. Perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara, jelas harus memperhitungkan faktor risiko dari kemampuan negara dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.
Apa pendapat Anda? Watyutink?