Watyutink.com - Periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan diwarnai dengan perubahan nomenklatur kabinet. Ada kementerian yang akan dilebur, ada yang akan dihapuskan, dan ada yang baru dibentuk untuk disesuaikan dengan prioritas pembangunan dalam 5 tahun mendatang.
Rencana perubahan nomenklatur kabinet pernah disampaikan Jokowi pada pertengahan Agustus 2019. Ketiak itu dia menyebutkan sebagian peran Kementerian Perdagangan akan disatukan ke Kementerian Luar Negeri sehingga menjadi nomenklatur baru, yakni Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Internasional. Jokowi menyatakan Kementerian Luar Negeri dinilai tepat menangani bidang tersebut karena membawahkan duta besar RI di seluruh dunia.
Pembahasan nomenklatur kementerian disebut-sebut sudah final. Selain pembentukan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Internasional, akan ada perubahan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Sosial.
Perubahan nomenklatur kementerian tersebut disebut-sebut sesuai dengan visi Presiden Jokowi yang ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar lebih kompetitif, melanjutkan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan pusat perekonomian daerah-daerah.
Selain itu, perubahan yang direncanakan Jokowi tersebut disebut-sebut juga sudah melalui pertimbangan yang matang. Presiden sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak untuk menyusun nomenklatur yang baru.
Pemerintah mengklaim rencana perubahan nomenklatur tersebut sudah dipertimbangkan dengan matang. Apakah pertimbangan tersebut sudah mencakup potensi terhambatnya laju kinerja pemerintahan Jokowi?
Tidakkah tanpa perubahan nomenklatur, Jokowi bisa langsung tancap gas melanjutkan pencapaian dan kinerja pemerintahannya pada periode pertama? Mengapa harus ada perubahan nomenklatur jika ingin mempercepat proses pembangunan? Tidakkah perubahan nomenklatur akan menimbulkan masalah konsolidasi dan koordinasi antarkementerian dalam jangka pendek, paling tidak dalam 6 bulan pertama?
Perubahan nomenklatur akan dilakukan terhadap sedikitnya 23 kementerian dan lembaga. Selain itu, akan ada jabatan untuk wakil menteri di 11 kementerian. Perombakan tersebut juga akan diikuti oleh perubahan birokrasi secara besar-besaran.
Begitu banyak perubahan yang akan dilakukan. Apakah tidak sebaiknya Presiden Jokowi tetap berjalan dengan nomenklatur lama dengan mempertajam realisasi program dan kebijakan di tiap-tiap sektor? Perombakan besar-besaran nomenklatur kementerian ini bisa jadi mengundang kecurigaan bagi-bagi kekuasaan, atau memang itu alasan di balik sepak terjang Jokowi yang bikin gaduh ini?
Apa pendapat Anda? Watyutink?
Perubahan nomenklatur kementerian pernah dilakukan Presiden Joko Widodo pada periode pertama pemerintahannya antara lain Kementerian Pekerjaan Umum digabung dengan Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun aktivitasnya sempat stagnan karena ada perubahan nomenklatur. Perubahan ini membutuhkan waktu kira-kira 6 bulan.
Kalau sekarang dilakukan perubahan nomenklatur maka harus siap dalam 6 bulan ke depan pada kementerian yang mengalami perubahan harus melakukan konsolidasi. Kalau kita berharap ada percepatan pekerjaan mungkin tidak akan terjadi, berdasarkan pengalaman yang terjadi pada periode pertama pemerintahan Jokowi membutuhkan waktu agak lama sebelum mereka melakukan penyesuaian.
Penggabungan dan pemisahan kementerian tidak sekadar melibatkan nama kementerian, tetapi ada penempatan sumber daya manusia yang berubah di dalamnya, perubahan divisi, ditambah lagi masalah-masalah kecil menyangkut administrasi . Hal ini harus dipertimbangkan karena berpotensi memperlambat kerja kementerian yang berubah.