Sebenarnya program-program dari pemerintah untuk mengurangi ketimpangan sosial dengan pemberdayaan warga desa sudah diupayakan dengan baik. Permasalahannya, selama ini tidak pernah ada pengawasan dan pendampingan melekat. Yang dilaksanakan selama ini hanya bagaimana program nya dapat landing atau dapat dilaksanakan.
Contohnya seperti program keluarga harapan (PKH), memang ada dampaknya tetapi amat tidak memadai, dan cenderung seperti memberikan ikan, bukan memberikan kail. Seharusnya PKH itu dapat dibuat dalam bentuk kelompok yang pada akhirnya dapat menghasilkan suatu nilai ekonomis. Tujuan dari PKH sendiri sebenarnya adalah mewujudkan keluarga sejahtera dan anak-anak yang bisa sekolah. Tapi ternyata, pelaksanaan di lapangan tidak seperti yang diharapkan semula. Para penerima bantuan PKH ternyata ada yang berasal dari keluarga kaya, dan siapapun warga yang memiliki kedekatan istimewa dengan elit atau aparat desa. Jadi kebanyakan yang terjadi salah sasaran.
Sekarang pertanyaannya apakah memberikan dana-dana bantuan tunai seperti PKH dan lain-lain bagi warga perdesaan harus dengan pengawasan Kejaksaan dan Kepolisian, maka hal itu kembali lagi kepada moral dan attitude masyarakat, yang seharusnya sudah diberikan pengarahan sejak awal.
Baru sekarang diadakan evaluasi, dan diberikan kejelasan identifikasi para penerima PKH. Para penerima PKH sekarang digolongkan sebagai rumah tangga miskin dan rumahnya ditempeli sticker “Rumah Tangga Miskin”. langkah tersebut efektif, karena para keluarga berada penerima PKH tersebut kemudian malu rumahnya digolongkan sebagai rumah tangga miskin.
Sisi positif dari warga masyarakat adalah, edukasi bagi warga untuk berani menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Untuk Dana Desa, sebenarnya juga memberikan dampak positif terutama infrastruktur perdesaan yang dapat digunakan sebagai urat nadi perekonomian desa. Hanya sayangnya, yang memanfaatkan infrastruktur terutama jalan yang dibangun bukanlah warga masyarakat desa, tapi kendaraan yang biasa mengangkut komoditas lain selain hasil pertanian, seperti yang terjadi di Kalimantan atau Sumatera. Padahal seharusnya yang lebih banyak memanfaatkan infrastruktur jalan desa adalah warga pedesaan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian.