Seharusnya memang, sebelum program Dana Desa diluncurkan di suatu wilayah, dilaksanakan dulu pemetaan dan kajian komprehensif di setiap kabupaten. Kajian dan pemetaan tersebut untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan warga desa yang sebenarnya. Apalah desa tersebut memerlukan jalan tani dan sebagainya. Kajian tersebut bisa dilakukan bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat, NGO sebagai pemerhati sosial, ataupun pihak Perguruan Tinggi setempat.
Infrastruktur yang dibangun memang sudah cukup baik, hanya yang lucu, ketika pada tahun ini dibangun paving jalan, pada tahun depan paving yang dibangun dibongkar dan kembali dibangun paving blok pada jalan yang sama. Hal itu karena aparat desa tidak tahu lagi harus membuat apa dengan dana desa yang dicairkan. Itu kalau kita boleh bicara jujur.
Sehingga, sebenarnya ruh dari UU Desa No 6 tahun 2014 itu adalah untuk mensejahterakan masyarakat desa dimana negara hadir di tengah masyarakat, dan ternyata hasilnya masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Sebenarnya dengan adanya Permendagri No. 20 tahun 2018 tentang Peruntukan Dana Desa untuk kegiatan ekonomi yang akan menjadi pengungkit ekonomi masyarakat, sudah jelas arahnya. Tapi karena keterbatasan pengetahuan Kepala Desa ataupun pendamping desa apalagi yang tidak mengerti apa-apa maka kegiatan pemberdayaan ekonomi tidak berjalan baik.
Ihwal pendamping desa ini juga masih dipertanyakan apakah kualitas pendamping desa yang diangkat sudah sesuai dengan Undang-undang sehingga masih jauh dari yang diharapkan.
Kesimpulannya, para pemangku desa harus kembali duduk bersama untuk merumuskan apa saja kegiatan yang sekiranya dapat digunakan sebagai pengungkit ekonomi desa dan warga desa.
Selama ini bukannya tidak ada, tetapi parsial dan daya ungkit nya juga minimalis, paling-paling hanya dibuatkan kolam lele. Atau dibelikan mobil angkutan desa yang disewakan. Dalam aturan memang boleh, karena itu nantinya akan menjadi aset desa, dan juga ada yang membuat lokasi pariwisata desa. Bagus, tapi tetap masih parsial pemanfaatannya.
Padahal jika dana desa dikelola dengan benar dan disatukan, hal itu akan dapat menciptakan daya ungkit ekonomi perdesaan yang besar. Juga, menciptakan multiplier effect yang signifikan diantaranya penyerapan tenaga kerja masyarakat desa. Contohnya, misalnya dibangun areal peternakan yang bukan sekadar breeding saja, tetapi juga dapat dibuat produk olahan misalnya pembuatan sosis dan lain-lain.
Begitupun dapat membuat pakan ternak yang tidak harus menggunakan konsentrat. Bisa juga dibuat satu kawasan pertanian terpadu dimana di situ ada perternakan, kolam dan sawah. Hasil dari sawah berupa jerami terbukti mampu meningkatkan berat badan ternak sapi dan kambing 0,73 Kg per hari per ekor. Jerami diberikan probiotik kemudian diberikan kepada ternak. Hasilnya sangat signifikan dan kotorannya pun tidak berbau. Kotoran ternak dihilangkan gas metan untuk kemudian menjadi pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik berdampak pada lahan yang unsur hara nya kembali baik, tanah menjadi subur kembali karena bahan kimia yang ada di tanah hilang. Ternak juga dapat menghasilkan. Dari jeroan sapi dapat diolah menjadi probiotik untuk mengolah jerami. Sekam padi bisa digunakan untuk biomass pellet. Pellet sebagai bahan bakar terbarukan pengganti gas. Pada 2005 kami sudah melakukan hal itu sebagai “integrated farming” di wilayah Jombang dan berhasil.