Watyutink.com - Lembaga konsultan McKinsey & Co. merilis hasil survei perbankan dunia dan mengeluarkan pernyataan bahwa separuh dari bank-bank di dunia sudah berada pada posisi yang lemah.
Melemahnya perbankan dunia disebutkan telah terjadi bahkan sebelum ekonomi semakin melambat, seperti yang diramal oleh lembaga-lembaga perekonomian dunia dalam beberapa bulan ke depan.
Mc Kinsey menegaskan bahwa mayoritas bank di dunia tidak layak secara ekonomi karena pengembalian ekuitas mereka tidak sejalan dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa bank dunia bahkan harus melakukan layoff karyawan seperti yang dilakukan oleh Deutsche Bank yang mem PHK 18.000 pegawai, HSBC 10.000 pegawai, Santander 5.433 pegawai, Commerzbank = 4.300 pegawai dan Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. me layoff 4.300 pegawai.
Untuk itu Mc Kinsey menyarankan agar perbankan dunia segera menempuh langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan bank bank di dunia untuk mampu bertahan. Diantara langkah-langkah tersebut adalah dengan lebih meningkatkan dan mengembangkan teknologi yang dimiliki, meningkatkan operasi hingga merger untuk menahan perlambatan ekonomi.
Selain perlambatan ekonomi yang berpengaruh terhadap pengambalian ekuitas perbankan dunia, disrupsi yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi 4.0 juga cukup membuat perbankan dunia mempunyai pesaing potensial.
Munculnya perusahaan-perusahaan fintech kelas dunia yang memanfaatkan perkembangan teknologi digital, seperti Apple Inc. dan Alphabet Inc., telah menjadi pesaing berat perbankan ke depan. Apalagi mereka telah merubah perilaku konsumen, termasuk nasabah perbankan. Situasi tersebut memaksa bank bank dunia harus memutuskan bersaing, bermitra atau mengakuisisi para pendatang baru bisnis perbankan.
Bagaimana dengan perbankan di Indonesia? perlambatan ekonomi nasional diketahui telah menyebabkan turunnya tingkat kredit perbankan dalam negeri sampai-sampai pertumbuhan kredit pada triwulan ke III – 2018. Tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru kuartal III-2018 yang turun menjadi 21,2 persen, dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 90,3 persen.
Adapun perlambatan pertumbuhan kredit bersumber dari semua jenis penggunaan kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Peningkatan kredit pada kuartal IV-2018 lebih didorong oleh tingginya optimisme responden dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan risiko penyaluran kredit yang rendah, serta rasio kecukupan modal yang meningkat. (detikfinance,17/10/2018).
Sayangnya, kondisi pertumbuhan kredit perbankan pada Juni 2019 kembali melambat menjadi 9,94 persen (yoy) dibandingkan Mei 2019 yang sebesar 11,05 persen (yoy). Pada Juni 2019, kredit yang disalurkan industri perbankan mencapai Rp5.528,59 triliun.