Dalam 100 hari tersebut maksimal bisa melakukan pilihan nomor 1n yakni mem-pull data pangan dalam satu direktori/one way access agar data tidak bersearak. Apabila ingin mengestimasi ulang, maka diperlukan waktu minimal seperti komoditas beras yang butuh waktu di atas 1 tahun.
Pemerintah bisa membentuk semacam Pokja untuk membenahi data pangan utama (jagung, kedelai, tanaman holtikultura) dalam 100 hari kerja pertama. Pokja tersebut kemudian diberi tugas untuk membenahi data pangan seperti apa yang telah dilakukan ke komoditas padi/beras.
SDM
Data sensus pertanian 2013 menunjukkan, 60 persen rumah tangga berusaha di sektor pertanian dimana 60 persennya berusia 45 tahun ke atas. Petani di bawah usia 35 tahun hanya 12 persen. Fakta ini perlu diantisipasi mulai sekarang. Apabila tidak ada regenerasi petani, maka akan ada kelangkaan SDM petani yang berakibat pada tingginya upah di sektor pertanian.
Solusi untuk SDM tersebut adalah mekanisasi pertanian dan penggunaan teknologi informasi. Generasi milenial sangat konsen atau suka apabila ada hal-hal yang berbau teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi bisa menjadi salah satu penarik milenial untuk bertani.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim menjadi tantangan berat di sektor pertanian. Perubahan iklim mengubah pola panen dan mengharuskan adanya benih-benih baru (varietas) yang tahan perubahan iklim. Kondisi ini perlu ada adjustment dari pemerintah agar supplai pangan tidak berkurang.
Berdamai dengan perubahan iklim tidak hanya kerja kementan, tapi juga kerja dengan stakeholder lain semisal BMKG, Lapan, LIPI dan swasta dalam menghasilkan teknologi pertanian yang adaptif. Kata kuncinya : koordinasi. Menteri pertanian baru harus sangat terbuka untuk berkoordinasi dengan K/L lain agar solusi akan perubahan iklim dan juga permasalahan lain, bisa didapat dengan komprehensif.
Konsolidasi Antarkementerian/Lembaga
Menyambung poin ke 3, Kementan harus berkonsolidasi dengan K/L lain, terutama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindutrian. Kementerian Perdagangan untuk urusan distribusi dalam negeri dan ekspor/impor, sedangkan Kementerian Perindustrian untuk urusan bagaimana mengembangkan agroindustri dalam negeri.
Diharapkan kegaduhan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian terkait dengan kebijakan impor beras pada 2018 tidak terjadi. Lebih lanjut, gaduh juga tidak terjadi di area kebijakan lain. Hal ini sejalan dengan permintaan Presiden Jokowi di Rapat Perdana Kabinet Indonesia Maju.
Pergeseran Permintaan Pangan dari Karbohidrat ke Nonkarbohidrat
Pergeseran ini akan berdampak pada pergeseran sumber inflasi dari inflasi karbohidrat (beras) ke inflasi protein (telor, daging ayam ,daging sapi, holtikultura). Pergeseran ini seiring dengan meningkatnya income masyarakat, terutama kelas menengah.
Contoh sederhananya, ketika masih bersekolah/kuliah yang lebih dipentingkan adalah kenyang sebagai pilihan utama. Namun setelah memiliki berpenghasilan, pola konsumsi tersebut berubah menjadi konsumsi dengan menambah varian sumber protein. Pemerintah harus mengantisipasi pergeseran pola permintaan ini agar inflasi pangan di masa depan lebih terkendali.
Solusi untuk antisipasi pergeseran sumber inflasi tersebut adalah : data pangan yang akurat dan valid. Apabila data pangan akurat dan valid, maka kebijakan turunan lainnya seperti distribusi, keputusan impor/ekspor bisa lebih tepat.