Perlindungan Pekerja Migran, Upaya Mengurangi Kisah-Kisah Pilu

- Selasa, 29 Oktober 2019 | 16:00 WIB
Ilustrasi watyutink  (gie/watyutink.com)
Ilustrasi watyutink (gie/watyutink.com)

Jadi kita harus jujur bahwa law enforcement memang amat buruk. Buruh migran diperas sejak dari keberangkatan di kampung sampai nanti ketika dia balik dari luar negeri itu penuh dengan pemerasan yang luarbiasa.

Law enforcement yang lemah itu termasuk juga kepada perusaahaan PJTKI. Faktanya, meskipun sudah ada langkah moratorium namun tidak efektif. Malah secara ilegal banyak yang berangkat. Saya melihat pemerintah hanya berhenti pada moratorium tetapi tidak punya langkah terobosan yang efektif.

Mestinya moratorium boleh untuk jangka waktu beberapa lama, tetapi hendaknyaitu digunakan untuk membenahi sistem rekrutmen, sampai pada bagaimana pemerintah bisa memberikan proteksi kepada buruh migran, lalu bagaimana sistem komunikasi dibangun sehingga dimanapun buruh migran bekerja bisa dipantau dengan sistem komunikasi, seperti yang dilakukan oleh Filipina. Indonesia sudah sering menjadikan Filipina sebagai rujukan, tapi apa boleh buat, dalam implementasi kita tidak punya progress apa-apa.

Jadi kesimpulannya kita memang sangat lamban sekali. Padahal, devisa yang diperoleh dari buruh migran terbilang luar biasa. Angka nya bisa menyaingi penerimaan devisa dari komoditas. Ironisnya lagi, perhatian dan komitmen pemerintah kepada buruh migran tidak sebanding. 

Dengan demikian kita bisa petakan bahwa masalahnya yang pertama ada pada kesiapan pendidikan para buruh migrant kita, belum sinergi antara pendidikan vokasi, industri dan PJTKI. Semestinya langkah ke arah sana sudah harus dilakukan.

Dengan pendidikan vokasi yang baik, sekaligus kita menaikkan posisi tawar para buruh kita menjadi tinggi. Apalagi sekarang pendidikan kejuruan sudah lumayan banyak. Karenanya, amat mengherankan mengapa sampai sekarang kita masih saja di level pengiriman untuk ART. Hal itu menurut saya mungkin karena ART gampang diperas karena law enforcementnya amat lemah.

Peran lembaga-lembaga seperti BN2TKI itu saat ini juga tidak punya peran apa-apa malah konon lebih mirip calo pengiriman TKI/TKW ke luar negeri. Menurut saya saat ini bukan soal ditutup atau tidaknya PJTKI, tapi kembali pada soal law enforcement kita yang lemah tadi. Lembaga-lembaga seperti itu harus diperjelas laigi apa kewajiban dan wewenangnya, dan juga yang penting adalah mereka harus diaudit! Sistem kerja dan kinerjanya.

Penanganan buruh migran harus dibenahi dari segi pendidikan pekerja dan law enforcement. Devisa yang besar dari para buruh migran seharusnya dapat menjadikan kesadaran pemerintah bahwa mereka harus lebih dilindungi. Para pekerja migran Indonesia di luarnegeri terutama Timur Tengah sebetulnya amat dihargai, disamping karena orang kita memang amat loyal dan patuh, juga karena alasan se agama.(pso) 

SHARE ON
Linkedin
Google+
Pinterest
 
-
Sekretaris Dewan Pakar PA GMNI
 
 

Sudah sejak Orba  banyak masyarakat Indonesia mencari pekerjaan ke luar negeri. Baik pria maupun wanita, gadis, janda maupun ibu rumah tangga. 

Mereka rela meninggalkan anak, istri ataupun suami guna mempertahankan kelangsungan hidup dengan risiko disiksa,  dihukum mati dan diperkosa, yang kasusnya makin bertambah terus tiap tahunnya, meski perlindungan negara dan lembaga pengirim tenaga kerja sangatlah minim.        

Di negara yang bermartabat mereka juga mengirim tenaga kerja keluar negeri namun tenaga kerja yang ter terdidik dan dengan perlindungan dari negara yang maksimal sehingga mereka bekerja betul-betul sebagai profesional. 

Namun dari Indonesia sebagian besar adalah pembantu rumah tangga yang pendidikannya rendah, mudah dibodoh-bodohi tanpa keterampilan yang sangat dasar sehingga seringkali terjadi konflik yang menimbulkan kerugian badan, moril materil sampai hukuman mati.

Indonesia yang sesungguhnya adalah negara sangat kaya dalam sumber daya alam mineral maupun manusia sangatlah tidak pantas apabila hal ini masih terus berlangsung dan sangat menurunkan harkat martabat bangsa di mata internasional.
  
Ada empat sebab mendasar  kenapa hal ini terjadi:
1. Tata kelola pemerintahan yang kurang baik terutama KKN yang Mengakibatkan kemiskinan kebodohan dan pengangguran.   

2. Lemahnya jiwa dan semangat enterpreneur pada sebagian besar bangsa ini karena tidak tersedianya kesempatan untuk membangun enterpreneurship.   

3. Tidak adanya atau minimnya perlindungan bagi para pekerja migran baik dari lembaga pengirim tenaga kerja maupun dari pemerintah.

Halaman:

Editor: Ahmad Kanedi

Terkini

Siapkan Doping Ekonomi Hadapi Covid-19

Kamis, 26 Maret 2020 | 19:00 WIB

Ekonomi Tolak Merana Akibat Corona

Senin, 16 Maret 2020 | 19:00 WIB

Korupsi, Kesenjangan, Kemiskinan di Periode II Jokowi

Senin, 17 Februari 2020 | 14:30 WIB

Omnibus Law Dobrak Slow Investasi Migas?

Sabtu, 1 Februari 2020 | 17:30 WIB

Omnibus Law dan Nasib Pekerja

Rabu, 29 Januari 2020 | 19:45 WIB

Pengentasan Kemiskinan Loyo

Jumat, 17 Januari 2020 | 16:00 WIB

Omnibus Law Datang, UMKM Meradang?

Kamis, 16 Januari 2020 | 10:00 WIB

Kedaulatan Energi di Ujung Tanduk?

Jumat, 20 Desember 2019 | 19:00 WIB

Aturan E-Commerce Datang, UMKM Siap Meradang

Senin, 9 Desember 2019 | 15:45 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Yes, Ketimpangan No

Senin, 2 Desember 2019 | 16:00 WIB

Upaya Berkelit dari Ketidakpastian Ekonomi Dunia, 2020

Kamis, 21 November 2019 | 18:15 WIB

Menunggu Hasil Jurus Baru ala Menteri Baru KKP

Rabu, 20 November 2019 | 10:00 WIB
X