AS dan China memang mengalami perlambatan ekonomi, tetapi bukan sebuah perlambatan ekonomi yang akan menuju kepada resesi.
Maka kesimpulan sementara pada tahun 2020 mungkin belum resesi, tetapi slow down perekonomian. Sehingga ke depan negara-negara seperti Indonesia juga akan mengalami perlambatan ekonomi, belum ke resesi atau slowdown.
Oleh karena itu terlihat pada APBN 2020 tidak secara drastis memitigasi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi.
Dilain pihak, ternyata sekarang Bank Indonesia (BI) telah melakukan double ekspansive. Pertama, BI menurunkan sukubunga sampai 5 persen. kedua, BI juga telah melakukan pelonggaran macro prudential (LTV dan sebagainya.)
Hal itu berarti ada dua kebijakan yang cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi melepaskan stabilitas inflasi. Memang tingkat inlasi Indonesia masih terbilnag rendah. Tetapi kebijakan itu sebenarnya agak keluar dari jalur tanggung jawab BI.
BI bukanlah the agent of growth, dia adalah the agent of stability. The agent of growth adalah kewenangan pemerintah cq Kementerian Keuangan dan Kementerian yang lain.
Oleh karenanya hal itu seharusnya juga menjadi warning buat pemerintah. Sayangnya belum diperoleh data mengenai berapa sebetulnya serapan anggaran Kementerian/Lembaga sampai Oktober kemarin. Jika serapan anggaran masih berkisar 70-80 persen dan bukan 90 persen, maka hal itu menunjukkan bahwa pemerintah kurang care terhadap pelemahan ekonomi. Meskipun secara makro masih terbilang lumayan.
Hal yang harus benar-benar diperhatikan adalah di level mikro. Sinyal akan adanya PHK di daerah kebetulan menguat belakangan ini. Itu juga satu sinyal di level mikro.
Daya beli masyarakat juga sudah mulai turun, ditunjukkan oleh angka penjualan para pedagang kecil yang mulai menurun sekitar 10 persenan. bagi pedagang kecil omzet turun 10 – 15 persen sudah sangat terasa.
Saat ini PHK juga sudah mulai terjadi terutama di pabrik-pabrik tekstil di Solo dan Boyolali sekitarnya. Maka sesungguhnya pemerintah juga harus concern terhadap perkembangan level mikro perekonomian domestik.
Jika dilihat dari indikator makro seperti pertumbuhan ekonomi memang tidak begitu menngkhawatirkan, tetapi jika ditinjau dari indikator mikro, maka persoalan daya beli, PHK dan sebagainya, harus benar-benar diperhatikan.
Kalau dikatakan bahwa telah digenjot sektor pariwisata yang tumbuh, misalnya, tetapi sektor itu bukanlah persoalan jangka pendek. Agar supaya tidak terjadi slowdown perekonomian maka langkah-langkah untuk melakukan kebijakan jangka pendek mencegah perlambatan perekonomian harus segera dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan moneter tidak akan cukup, karena mekanisme transmisi penurunan sukubunga kredit dan simpanan juga butuh waktu.
Mitigasi yang harus dilakukan agar perekonomian tidak slowdown adalah dari segi mikro diantaranya bagaimana membuat masyarakat kita masih mempunyai daya beli. Program-program Bantuan Langsung Tunai (BLT) harus segera dilakukan. Karena begitu masyarakat kembali mempunyai daya beli maka hal itu akan mendorong tumbuhnya ekonomi.
Jadi intinya, langkah apapun harus segera dilakukan untu meningkatkan daya beli masyarakat domestik.