Watyutink.com - Data mengejutkan dirilis oleh hasil riset ADB (Asian Development Bank) pada Oktober 2019. Disebutkan, pada kurun waktu 2016-2018 sebanyak 22 juta orang di Indonesia telah menderita kelaparan kronis.
Dalam riset yang bekerjasama dengan International Food Policy Research Institute (IFPRI) bertajuk 'Policies to Support Investment Requirements of Indonesia's Food and Agriculture Development During 2020-2045' menyebutkan bahwa sebenarnya Sektor pertanian telah berkembang cukup signifikan di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.
Pertumbuhan yang kuat telah mendorong transformasi struktural dan membentuk kembali ekonomi agraria, dengan peran dominan sekarang dimainkan oleh industri dan jasa (cnbc,06/11/2019).
Sayangnya, riset tersebut juga mencatat bahwa sejumlah besar penduduk masih terlibat dalam pertanian tradisional dan terperangkap dalam kegiatan yang dibayar rendah serta kurang produktif. Akibatnya, banyak warga terjebak dalam lingkaran kemiskinan selama beberapa generasi. Akses mendapatkan makanan kemudian menjadi masalah di Indonesia dan terjadi kecenderungan stunting pada anak-anak.
Hal itulah yang memang mengemuka selama beberapa tahun terakhir, ihwal ketahanan nasional di bidang pangan dengan gagalnya upaya diversifikasi pangan. Padahal alam Indonesia amat kaya raya dengan bahan pangan yang selama ini tidak tersentuh atau gagal dikembangkan. Padi atau beras masih menjadi bahan pangan pokok, ditambah kecenderungan menjadikan makanan berbahan pangan gandum yang diimpor menjadi produk mie instan sebagai bahan pangan pengganti beras.
Bagaimana menjelaskan hasil riset ADB tersebut dengan rilis BPS pada Maret lalu bahwa terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia menjadi di bawah 10 persen? Seharusnya, tidaklah terjadi musibah kelaparan atau stunting bila saja memang angka kemiskinan berhasil diturunkan. Atau, riset ADB masih harus didalami dengan fakta-fakta pembanding di lapangan?
Badan pangan dan pertanian PBB FAO (Food and Agriculture Organization) menyatakan bahwa sampai dengan 2018 sebanyak 113 juta orang di 53 negara di dunia menderita kelaparan akut. Meski menurun dibandingkan 2017 di mana 124 juta orang menderita kelaparan akut. Peperangan dan konflik menjadi penyebab utama diiringi dengan kondisi perekonomian yang tak menentu ditingkahi bencana kekeringan dan banjir.
Negara-negara di Afrika menjadi penyumbang terbanyak penduduk kelaparan dunia dengan 72 juta orang, sementara 80 persen dari populasi yang menderita kelaparan memang bergantung pada sektor pertanian.
Jika hasil riset ADB benar, maka apakah itu berarti membenarkan sinyalemen selama ini bahwa terjadi ketimpangan berat pada distribusi kekayaan dan tidak meratanya kepemilikan aset di perdesaan. Kepemilihan lahan yang konon hanya dimiliki oleh segelintir orang kaya yang menguasai sampai 70 persen lebih lahan di Indonesia, serta harta kekayaan 4 orang terkaya di Indonesia yang sama dengan harta kekayaan 100 juta penduduk paling miskin di negeri ini sebagaimana disinyalir oleh riset Oxfan dan INFID (2017).
Apa pendapat Anda? Watyutink?