Watyutink.com – Kabar tak sedap datang dari Moody's Investor Service (Moody's). Lembaga keuangan internasional tersebut memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 3 tahun akan terjerembab di bawah 5 persen.
Moody's memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya tumbuh 4,9 persen pada tahun ini, lebih rendah dari asumsi makro APBN 2019 sebesar 5,3 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih rendah lagi di 4,7 persen, lalu naik tipis ke 4,8 persen pada 2021.
Managing Director and Chief Credit Officer Michael Taylor mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lebih lambat pada tahun depan, namun akan mulai bangkit pada 2021. Penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh perang dagang antara AS-China, serta AS dan mitra dagang lain. Bagaimana Indonesia bisa lolos dari pengaruh ini?
Selain dengan China, Presiden AS Donald Trump juga menebar badai perang dengan Uni Eropa. Perang dagang tersebut menimbulkan sentimen negatif berupa ketidakpastian ekonomi global. Investasi pun ikut terpengaruh oleh kebijakan AS tersebut. Apakah kondisi ini yang menyebabkan Indonesia paceklik investasi asing?
Perang dagang menimbulkan ketidakpastian kebijakan perdagangan di masa depan. Dampak tersebut mulai terlihat sekarang, mempengaruhi keputusan dalam berinvestasi dan kepercayaan perusahaan terhadap kondisi ekonomi satu negara.
Dengan adanya perang dagang tersebut Moody's memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota G20 akan bertengger di angka 2,6 persen pada 2019 dan 2020. Ekonomi negara maju itu baru membaik pada 2021 menjadi 2,8 persen. Padahal G20 menguasai 85 persen ekonomi global.
China sendiri akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II 2019 hanya tumbuh 6,2 persen atau terendah sejak 27 tahun terakhir. China adalah tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia setelah intraAsean. Apakah kondisi ini akan memukul Indonesia secara siginifikan? Bagaimana dengan peluang pasar di luar China?
China diperkirakan hanya dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi di angka 6,2 persen hingga akhir tahun. Pada tahun depan ekonomi China justru akan mengalami perlambatan pertumbuhan ke level 5,8 persen.
Kondisi tersebut merupakan buah dari kebijakan rebalancing China dan penurunan permintaan global. Karena Negeri Tirai Bambu itu merupakan negara dengan ekonomi besar, maka berdampak kepada negara lain di kawasan.