Watyutink.com – Ekonomi digital tumbuh sangat pesat, melebihi sektor-sektor tradisional yang selama ini dominan dalam membentuk produk domestik bruto (PDB). Jika dilihat dari peranannya terhadap peningkatan kesempatan kerja, transaksi perdagangan lewat sistem elektronik akan membuka kesempatan kerja di sektor informal lebih banyak.
Ekonomi digital juga meningkatkan kesempatan kerja (employment) di sektor transportasi, perdagangan, restoran dan akomodasi. Total kontribusi ekonomi digital terhadap PDB Indonesia pada tahun lalu sudah mencapai Rp814 trilliun atau 5,5 persen dari PDB.
Digital economy juga meningkatkan nilai tambah manufaktur. Sayangnya, produk lokal yang diperjualbelikan dalam perdagangan elektronik (e-commerce) baru sebesar 25 persen dari total nilai transaksi.
Melihat pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, pemerintah mengeluarkan beleid baru, PP Nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Seperti tidak ingin kalah langkah, pemerintah berusaha mengatur sektor yang tercipta karena kemajuan teknologi informasi. Melalui PP tersebut pemerintah mewajibkan pedagang online harus mempunyai izin. Bijakah kebijakan ini, di tengah semangat para pelaku membangun ekonomi digital?
Kewajiban tersebut berlaku bagi semua pelapak di e-commerce baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Langkah ini ditenggarai sebagai upaya perlindungan data pribadi konsumen, khususnya konsumen perdagangan dalam jaringan (e-dagang).
Poin aturan tersebut adalah semua pelaku bisnis yang menggunakan sistem elektronik yang memperoleh manfaat di Indonesia wajib memiliki izin. Kebijakan tersebut juga berlaku bagi UMKM yang menggunakan sistem elektronik sebagai media dagang. Apakah aturan ini akan menguntungkan atau justru akan mengkrangkeng UMKM?
Sejumlah kewajiban bagi pedagang daring pun harus dilakukan, diantaranya pedagang harus memiliki izin usaha, mencantumkan identitas legal, mematuhi aturan perpajakan hingga aspek perlindungan konsumen. Apakah aspek pengembangan usaha ke depan juga dipikirkan oleh pemerintah? Apakah kebijakan ini malah membuka peluang e-commerce ilegal?
Apa pendapat Anda? Watyutink?
PP ini muncul setelah beberapa hari sebelumnya pemerintah sudah mewacanakan adanya Omnibus Law untuk investasi dan kemudahan berusaha. Agak miris melihat di satu sisi pemerintah ingin menggenjot izin berusaha, namun muncul PP No 80 Tahun 2019 yang isinya memuat pengaturan berusaha di bidang e-commerce.
Dengan adanya pengaturan pasti akan ada administration cost bagi pelaku usaha untuk memulai usahanya di digital platform. Pertanyaan bagi pemerintah, apakah ketika Omnibus Law tentang kemudahan berusaha terbit, apakah PP ini masih berlaku?
PP ini muncul untuk menciptakan level of playing field yang sama antara penjual online dan offline. Hal ini dikarenakan pertumbuhan pasar online di Indonesia sangat pesat. Dibandingkan FIlipina, India, dan China, pertumbuhan transaksi online di Indonesia sangat cepat.
Kontribusi online market terhadap total ritel juga berkembang pesat seiring dengan peningkatan permintaan barang secara online. Walaupun masih berada di bawah 5 persen, namun peningkatan terjadi secara signifikan sejak 2013 hingga sekarang.
Ke depan, penjualan transaksi online diprediksi masih sangat besar dengan perkiraan penjualan melalui daring mencapai 11,32 miliar dolar AS atau setara Rp154 triliun (kurs 14.000). Alasannya adalah pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang diprediksi akan terus meningkat hingga beberapa tahun ke depan.
Pada akhirnya Investasi di Ecommerce juga menjadi incaran. Data dari Google dan Temasek menyebutkan investasi di Ecommerce hanya kalah dari Ride Hailing baik di Indonesia maupun di ASEAN. Ecommerce menjadi sektor ekonomi digital yang masih berpotensi untuk terus meningkat pendanaannya.