Watyutink.com - Omnibus law merupakan peraturan yang digadang-gadang dapat meningkatkan investasi, daya saing, dan membuka lapangan pekerjaan. Harapannya, dengan kehadiran omnibus law dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
Begitu pentingnya kehadiran Omnibus Law bagi perbaikan ekonomi bangsa sampai Presiden Joko Widodo mengajak DPR dan beberapa pemangku kebijakan untuk merampungkan rancangan undang-undang "sapu jagat" yang akan merevisi 62 ribu regulasi yang selama ini dinilai menghambat pembangunan serta investasi di dalam negeri.
Tentu saja, Omnibus Law ini membutuhkan harmonisasi dari berbagai norma dan perlu adanya kajian lebih serius terhadap perekonomian Indonesia. Tidak hanya itu, kesiapan dari berbagai pihak juga penting untuk dipertimbangkan.
Namun, dengan harmonisasi kebijakan yang jumlahnya tidak sedikit itu, apakah aturan ini sangat vital dan penting untuk dilaksanakan? Kecenderungan apa saja yang akan muncul dalam pembahasan Omnibus Law?
Harus diakui Indonesia masih lemah dalam hal perencanaan investasi. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) lebih menekankan pada realisasi investasi tetapi belum secara optimal melakukan perencanaan investasi. Apakah Omnibus Law akan memperbaiki keseimbangan antara perencanaan dan pelaksanaan? Apakah akan ada penguatan terhadap lembaga yang mengelola investasi?
Di sisi lain, Omnibus Law ditengarai akan melonggarkan perizinan yang terkait dengan perdagangan. Penyederhanaan perizinan berusaha akan menjadikan kegiatan ekspor dan impor lebih longgar. Hal ini akan mendorong frekuensi perdagangan, tetapi bagaimana dengan kualitas perdagangan itu sendiri kelak, apakah akan terkontrol dengan baik? Bagaimana jika perdagangan menjadi tidak terkontrol? Apakah kehadiran UU tersebut justru akan menambah defisit neraca perdagangan?
Saat ini berkembang model kerja sama perdagangan di dunia yang mengarah pada restriksi terkait dengan isu kedaulatan ekonomi. Kencederungan ini perlu dicermati agar kehadiran Ombnibus Law sesuai dengan semangat tersebut. Atau Indonesia malah terlena dengan Omnibus Law yang memberikan karpet merah terhadap skema perdagangan yang tidak berkualitas?
Sejumlah negara mulai mengeluarkan kebijakan restriksi untuk melindungi produk dalam negeri, sekaligus melindungi konsumen dalam negeri. Penerapan standard menjadi keharusan sebagai non-tariff measures. Jika Omnibus Law melonggarkan standard, apakah tidak akan membuka kran bagi produk impor?
Di luar isu perdagangan dan manajemen investasi, Omnibus Law harus dapat mendorong industrialisasi secara besar-besaran. Indonesia membutuhkan industri yang perannya terhadap produk domestik bruto terus melemah dalam beberapa tahun terakhir. Apakah UU tersebut akan mampu menghadirkan reindustrialisasi di Tanah Air?
Apa pendapat Anda? Watyutink?
Terdapat beberapa aspek yang kemungkinan diusulkan di Omnibus Law, yakni: 1) Perencanaan investasi; 2) Izin Investasi; 3) Pengendalian dan Pelaksanaan Investasi; dan 4) Promosi Investasi.
Perencanaan investasi. Selama ini pemerintah yang diwakili Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hanya fokus terhadap hilir, menyangkut realisasi investasi. Namun sayangnya masih sangat lemah di hulu, yakni di perencanaan investasi.
Hal tersebut dipicu oleh belum optimal peran BKPM dalam melakukan koordinasi perencanaan proyek investasi. Di sisi lain, hal tersebut disebabkan juga oleh project owner dari proyek-proyek investasi yang dimiliki oleh pemerintah pusat, BUMN, dan BUMD, sehingga dalam Omnibus Law ini perlu juga memasukan aturan yang memperkuat BKPM dalam perencanaan investasi.
Izin Investasi. Salah satu agenda besar di Omnibus Law adalah izin investasi. Secara umum, izin investasi terhambat banyak di izin lokasi dan izin teknis. Contohnya, izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk proyek investasi Lapangan Geothermal Hululais.
Izin-izin teknis seperti itu memang memerlukan waktu yang tidak bisa cepat. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya kegiatan penanaman modal bisa dilakukan ketika sudah mendapatkan Izin Usaha, sehingga investor sudah bisa melakukan sewa kantor, rekrut karyawan, iklan, dan aktivitas bisnis dasar lainnya.