Watyutink.com – UU Omnibus Law pantas disebut sebagai undang-undang sapu jagat karena ia menyasar banyak hal, termasuk investasi di sektor minyak dan gas serta mineral dan batu bara. Namun pemerintah perlu mencermati sejumlah hal dalam proses pembahasan UU Omnibus Law yang berkaitan dengan sektor tersebut.
Di sektor migas, perhatian pemerintah dilatarbelakangi kondisi riil bahwa terjadi tren penurunan produksi migas yang salah satu pangkalnya terkait lesunya investasi di sektor migas. Implikasinya, kontribusi migas terhadap pendapatan negara juga terganggu dan tidak mencapai target.
Di sisi lain, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba juga menjadi sasaran revisi dalam UU Omnibus Law. Arahnya juga tidak jauh berbeda guna menstimulus investasi, produksi dan ekspor di sektor minerba.
Banyak gula-gula manis yang menghiasi narasi Omnibus Law, namun masih banyak pertanyaan dan skeresahan publik yang belum bisa dijelaskan secara jelas oleh pemerintah. Apakah semangat membuka kran investasi seperti yang terdapat dalam omnibus Law harus melewati batas dengan mengumbar insentif, eksploitasi, dan mengenyampingkan masalah lingkungan dan upaya memakmurkan rakyat?
Salah satu poin dalam RUU Omnibus Law adalah perubahan aturan di bidang minerba yakni dari Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) menjadi Perjanjian Berusaha Pertambangan Khusus (PBKP). Konsekuensi dari perubahan IUPK menjadi PBKP adalah insentif wilayah yang tidak lagi dibatasi. Apakah hal ini akan membawa dampak eksploitasi habis-habisan sumber daya alam Indonesia?
Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir terbesar batu bara dunia. Namun cadangan batu bara indonesia hanya sekitar dua persen cadangan batu bara dunia. Apakah Omnibus Law akan mempercepat penghabisan cadangan ini?
Di sisi lain, pemerintah berkepentingan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Dengan hadirnya RUU Omnibus Law diharapkan investasi di Migas, terutama di hulu, meningkat. Namun ada potensi benturan kepentingan di dalamnya. Bagaimana mengatasinya?
Dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terkait Migas terdapat rencana pembentukan BUMN khusus di luar Pertamina. Perannya adalah menjalankan kegiatan hulu migas. Bagaimana pemerintah akan mengsinkronkan keduanya kelak?
Apa pendapat Anda? Watyutink?
OPINI PENALAR
Mari kita selami bersama apa saja motivasi pemerintah dalam menyusun RUU Cipta Lapangan Kerja (CLK) yang berkaitan dengan sektor energi dan sumber daya mineral (Migas). Seperti yang sama-sama kita pahami, motivasi mendasar pemerintah dalam menyusun RUU Omnibus Law adalah hasrat menggenjot investasi dengan justifikasi ingin mengeliminasi hambatan regulasi dan sekaligus membenahi ekosistem investasi (Migas) di Indonesia.
Pertanyaannya, sejauh mana iklim investasi Migas di Indonesia selama ini? Pemerintah tentunya terlebih dahulu harus bisa mendiagnosis akar masalah investasi migas yang ada saat ini baru kemudian memberikan mendesain resep penyelesaian masalah. Jangan sampai ada kesan melalui RUU CLK ini ada pihak-pihak yang ingin menyusupkan kepentingan-kepentingannya di luar substansi soal masalah investasi migas itu sendiri.
Investasi di sektor migas merupakan faktor fundamental dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Salah satu indikator ketahanan energi Indonesia salah satunya dengan reserve - to - production ratio (RPR atau R/P) yang menggambarkan rasio antara jumlah cadangan minyak yang dimiliki dibandingkan dengan pengambilan minyak bumi setiap tahun.