
Image credit: istock/Dane_Mark via insidehighered.com
04 April 2018 10:00Sehubungan dengan maraknya isu plagiarisme yang ditujukan kepada Devi Eka, penulis e-book Friendzonk yang diterbitkan oleh Penerbit Novela (Bentang Pustaka), berikut ini klarifikasi dari kami selaku penerbit.
Penerbit Novela mengadakan kompetisi menulis Novela Single pada 31 Agustus-20 September 2016. Penerbit Novela menyeleksi lebih dari 500 naskah masuk yang melibatkan tim redaksi sebagai juri. Sejumlah 50 naskah terpilih diterbitkan sebagai e-book yang dipasarkan di Google Play Book, termasuk single berjudul Friendzonk karya Devi Eka.
Setelah naskah terseleksi, penulis menyepakati surat perjanjian dengan penerbit yang di dalamnya memuat poin-poin tentang orisinalitas karya, yaitu:
- Karya tidak boleh melanggar hak cipta orang lain. Langkah ini selalu dilakukan Penerbit Novela dan seluruh lini dari Penerbit Bentang Pustaka sebagai bentuk kepedulian dan keseriusan atas isu plagiarisme.
- Penulis membebaskan penerbit dari segala tuntutan dari pihak ketiga jika pihak penulis melanggar poin hak cipta orang lain (yang berarti penulis juga melanggar perjanjian dengan penerbit), maka penulis akan menanggung semua konsekuensinya.
Ada pun sebagai bentuk tanggung jawab Penerbit Novela (Bentang Pustaka) tentang isu plagiarisme Friendzonk karya Devi Eka, kami telah mencabut hak terbit tersebut dari Google Play Book dan tidak akan menerbitkan lagi karya-karya dari Devi Eka selama kurun waktu yang belum ditentukan.
Penerbit Novela meminta maaf atas ketidaknyaman yang diakibatkan oleh isu plagiarisme kepada kami tentang isu ini. Kepedulian Anda terhadap isu plagiarisme dan dunia literasi Indonesia sangat kami hargai. Semoga isu plagiarisme ini menjadi pembelajaran bagi kita dan tidak terulang di kemudian hari.**
CATATAN: Disarikan dari "Klarifikasi Resmi PT Bentang Pustaka Terkait Isu Plagiarisme E-Book Novela berjudul Friendzonk", dimuat di web Bentangpustaka.com, 29 Maret 2018. (ade)
Penjiplakkan (plagiarism), apalagi sudah dilakukan secara sadar dan masif dalam jumlah fantastis serta diperdagangkan, sesungguhnya bisa dituntut pidana.
Pasal-pasal tentang pencurian, penggelapan, penipuan, menguasai kepemilikan orang lain tanpa hak, dan perbuatan tidak menyenangkan, dengan ancaman penjara/ kurungan bisa diterapkan.
Ditambah dengan pasal-pasal pidana UU tentang Haki. Plus tuntutan perdata ganti rugi dan lain-lain (demi memberi efek jera). (ade)
Kenapa Devi Eka jadi plagiat? Jawaban instannya adalah bahwa ini budaya instan. Secara umum, kurasa yang jadi biangnya adalah belief yang meluas bahwa "attention = love," mendapat perhatian orang adalah sebentuk kecintaan pada sosok orang tersebut.
Sama dengan pengin terlihat cantik di kamera saat selfie, yang ini ingin terlihat keren dengan jadi penulis. Saya rasa ini sudah jadi gejala sedunia saat ini.
Digabung dengan ketidaksanggupan orang untuk kecewa. Kecewa secara sehat, buat saya adalah salah satu tanda penting kedewasaan. Digabung lagi dengan minus etika yang entah di mana kok nggak pernah diajarkan ke para pelakunya. Etika yang dimaksud adalah bahwa plagiat itu berarti merampas hak orang lain.
Buat saya, yang gawat kalau di (kasus) sini adalah ya minus etika itu. Ketidaksanggupan kita berpikir sejenak bahwa merampas/ mengganggu hak orang itu salah. Simple-nya, ya lihat saja lalu lintas kita. Semua kan dilakukan tanpa mau mikir sedetik pun bahwa yang saya lakukan ini merampas hak orang lain.
Budaya instan ini bisa juga merambah media dan penerbit yang kecolongan loloskan karya plagiat. Sebagai efek jera mungkin efektif dengan mem-blacklist dia. (ade)