Putusan MA Nomor 15 P/HUM/2018 tanggal 31 Mei 2018 atas pasal-pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, terdapat 10 pasal yang dicabut.
Substansi dari 10 pasal itu yang dicabut adalah argometer, stiker, dokumen perjalanan yang sah, persyaratan teknis perijininan (minimal 5 kendaraan, tempat menyimpang kendaraan, bengkel), STNK atas nama badan hukum, badan hukum koperasi tempat menyimpan kendaraan, SRUT dan Buku Uji Kendaraan, larangan perusahaan aplikasi, sanksi tanda khusus.
Sementara ada empat pasal yang tidak dicabut adalah kode khusus TNKB, tarif batas atas dan batas bawah, aplikasi menetapkan tarif dan promosi, dan pengenaan sanksi.
Menyimak putusan tersebut, driver taksi online dan konsumen dirugikan. Lebih baik konsumen menggunakan taksi reguler. Jangan melirik murahnya, tapi jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan minim sekali.
Setiap penyelenggaraan aktivitas transportasi yang melibatkan publik harus diatur. Di negara manapun ada aturannya tentang transportasi online. Jika tidak ingin diatur, sebaiknya ditutup saja dan pemerintah dapat membuat aplikasi yang diberikan pada semua usaha taksi reguler yang memiliki izin. (grh)
Pada dasarnya putusan MA itu berangkat dari adanya penolakan terhadap 14 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017, yang kemudian dimasukkan kembali dalam Permenhub 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Artinya, peraturan yang dibuat pemerintah ini sudah dua kali ditolak.
Penolakan itu terjadi setelah Permenhub 108/2017 diajukan Uji Materi ke MA oleh beberapa pengemudi taksi online. Konsistensi putusan itu disebabkan materi yang digunakan sama dan sudah pernah diputuskan oleh MA sendiri. Sehingga keputusan MA atas upaya ini tidak akan berbeda dan akan sama yakni kembali membatalkan materi 14 poin yang kembali dimasukan kembali ke dalam PM 108 Tahun 2017 itu.
Dengan ditolaknya peraturan tersebut, menandakan bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak serius dalam membuat regulasi. Tentu saja hal ini membahayakan posisi taksi online karena tidak adanya regulasi yang mendasari operasional transportasi tersebut. Oleh sebab itu, sebaiknya presiden segera mengevaluasi Kemenhub, terutama menterinya, agar tidak main-main dalam membuat peraturan.
Jika ditanya apakah nantinya konsumen akan dirugikan? Jawaban pasti iya. Karena ketika regulasi itu dicabut, maka tidak ada lagi mengatur. Sehingga tidak ada yang dapat menjamin perlindungan atau keselamatan terhadap pengendara maupun konsumen yang menggunakan. Otomatis dicabutnya sejumlah poin itu akan membahayakan konsumen.
Menurut saya, Permenhub ini harus segera diperbaiki dengan lebih serius. Jangan membuat peraturan yang main-main, sehingga tidak akan ditolak lagi. Jadi Kemenhub harus segera mengevaluasi peraturan yang mereka buat sendiri. (grh)